Friday, February 3, 2012

Misteri Pembuatan Candi Borobudur

Misteri Pembuatan Candi Borobudur (lagi)

Candi Borobudur menyimpan banyak pertanyaan yang belum terjawab hingga kini. Banyak yang berspekulasi hingga menganggapnya sebagai suatu misteri hingga masuk ke wilayah mistis. Bangsa kita memang suka dengan hal-hal yang berbau misteri yang mistis. Penyelidikan-penyelidikan yang dilakukan justru mengarah pada suatu temuan bahwa Candi kebanggaan kita dibangun dengan cara yang pintar. Jauh dari unsur mistis. Tulisan demi tulisan akan menguak tabir misteri cara membangun candi ini.

Pada tulisan terdahulu yang berjudul “Misteri Pembuatan Candi Borobudur” telah disimpulkan beberapa hal, yakni:
  • Telah ada orang yang menyimpulkan rahasia cara membangun bangunan purbakala termasuk candi Borobudur. Dia adalah Edward Leedskalnin yang membangun Coral Castle yang terkenal. Tapi bagaimana caranya membangun bangunan purbakala tersebut tidak disebutkan. Masih misterius seperti orangnya.
  • Para ahli menduga bangunan purbakala yang dimaksud oleh Edward Leedskalnin dibangun dengan alat anti gravitasi. Sebagian ahli yang lain menyebutkan bahwa lokasi bangunan purbakala berada di daerah yang memiliki diamagnetik kuat yang dapat membuat sebuah obyek melayang. Edward sendiri membangun Coral Castle menggunakan alat yang disebut Block and Tackle.
  • Berdasarkan data yang ada disebutkan jumlah potongan batu adalah sekitar 2 juta potong batu dimana potongan batu sangat ringan (sekitar 7,5 kg) dan diambil dari sungai yang berada di sekitar lokasi candi. Waktu pelaksanaan pekerjaan candi cukup lama yaitu 23 tahun (referensi lain 92 tahun).  Data-data tersebut menunjukkan bahwa tidak diperlukan cara yang sulit dalam mengambil batu dan memasangnya ke lokasi apalagi dengan waktu pelaksanaan yang cukup lama sehingga produktifitasnya kecil. Artinya pendapat Edward dan para ahli rasanya terlalu berlebihan.
  • Candi Borobudur memiliki design arsitektur yang menawan. Batu yang terpasang pada candi, dalam jumlah cukup besar berupa relief dan arca yang menghiasi hampir seluruh permukaan candi. Hal ini berarti candi borobudur sebenarnya adalah bukan bangunan yang secara metode pelaksanaannya sulit, tapi bisa dikatakan sebagai bangunan seni dan arsitektur yang terbesar.  Mungkin karena alasan arsitektur dan seni inilah yang membuat pelaksanaan candi berjalan dalam waktu yang lama, jadi bukan karena kesulitan mengangkat batu.
  • Candi Borobudur merupakan proyek yang terbesar di jamannya dan merupakan candi terbesar di dunia. Memiliki design menawan namun rumit karena kaya akan karya seni dan arsitektur. Hal tersebut berarti proyek Candi Borobudur merupakan proyek dengan kompleksitas yang tinggi. Diperlukan manajemen proyek yang baik agar pembangunan candi ini dapat berjalan dengan baik.

Tulisan sebelumnya cukup meyakinkan kita bahwa para pendahulu bangsa ini sudah maju dengan dibuktikan dengan candi Borobudur yang dirancang dan dibangun dengan taste yang tinggi dan cara yang pintar. Kita sudah tak perlu berspekulasi lebih jauh mengenai pendapat Edward Leedskalnin dan pendapat para ahli lainnya yang menurut saya berasumsi terlalu jauh tanpa melihat fakta yang ada.
Sekarang mari kita lihat kelebihan candi ini dari sisi yang lain. Pernahkan Anda berfikir bagaimana potongan batu yang berukuran kecil dan ringan tersebut dapat mampu membentuk struktur candi yang kuat dan cukup stabil serta cukup awet hingga sekarang padahal diketahui bahwa antar potongan batu yang ditumpuk tersebut tidak menggunakan bahan perekat?
Susunan batu candi Borobudur

Konstruksi Awal Candi
Sudah kita ketahui bahwa candi borobudur mempunyai desain arsitektural yang luar biasa. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk dan struktur bangunan, bentuk dan jumlah relief, pengaturan jumlah tingkat, jumlah stupa dan falsafah yang terkandung di dalamnya. Konstruksi awal dari Candi Borobudur merupakan tumpukan  batu yang diletakkan di atas gundukan tanah sebagai intinya, sehingga bukan merupakan tumpukan batuan yang masif. Inti tanah juga sengaja dibuat berundak-undak dan bagian atasnya diratakan untuk meletakkan batuan candi. Inti tanah yang merupakan pondasi candi, merupakan tanah asli bukit dan tanah urugan sebagian pada pembentukan pola berundaknya.
Pada penelitian yang sudah dilakukan, kita ketahui properties dari batuan yang digunakan pada konstruksi candi Borobudur yaitu :
  • berjenis  andesit.
  • Kadar porinya sekitar 32%-46% atau berporositas tinggi.
  • Antara lubang pori satu dengan yang lain tidak berhubungan.
  • Kuat tekannya tergolong rendah jika dibandingkan dengan kuat tekan batuan sejenis.
  • Kuat tekan minimum sebesar 111 kg/cm2 dan kuat tekan maksimum sebesar 281 kg/cm2.
  • Berat volume batuan antara 1,6-2 t/m3.
Kesimpulan atas properties batuan pembentuk candi Borobudur adalah batuan tersebut berpori banyak, ringan, kekuatan tidak tinggi. Kita lalu bertanya kenapa jenis batuan ini yang digunakan sebagai konstruksi candi? Mari kita lihat penjelasannya.
Batuan digunakan sebagai pembentuk candi dan sebagai media relief dan arca candi. Setiap batu disambung tanpa menggunakan semen atau perekat. Batu-batu ini hanya disambung berdasarkan pola dan ditumpuk. Bagaimana tumpukan batu yang tanpa disemen atau diplester tidak lepas? Jawaban dari tetap menyatunya tumpukan batu tersebut adalah pada pola penyusunanya. Disinilah keunggulan dari konstruksi awal candi yang membuatnya tetap bertahan ribuan tahun. Para pendahulu kita telah merancang pola tumpukan batu sedemikian rupa dengan teknik penguncian. Batu-batu dibentuk agar dapat terkunci satu sama lain.
Sehingga terjawab lagi pertanyaan-pertanyaan tadi. Ternyata batuan andesit dengan properties yang telah diberikan merupakan batuan yang paling tepat untuk digunakan sebagai material pembentuk candi Borobudur.  Kita kaji properties batuan dengan tuntutan designnya sebagai berikut:
  • Batuan memiliki berat jenis 1,6 – 2,0 ton / m3. Ini berarti batuan yang ringan. Kenapa dipilih yang ringan karena jumlah batuan banyak (2 juta potong batu) yang diangkat dan dipasang pada medan yang berbukit. Batuan yang ringan akan menyelesaikan masalah kesulitan pengangkutan atau transportasi dan kemudahan pemasangan. Batuan yang ringan juga berarti secara keseluruhan berat candi juga akan ringan. Ringannya konstruksi candi sangat membantu dalam mengatasi risiko kegagalan konstruksi candi terutama dalam hal geser tanah pendukung.
  • Batuan memiliki kadar pori 32% – 46%. Batuan bisa dikatakan memiliki tingkat porositas tinggi. Kenapa harus yang memiki porositas tinggi, bisa jadi (dalam pendapat saya) adalah untuk memudahkan dalam membentuk ukuran batu, membuat batuan yang berfungsi sebagai pengunci antar batuan, membuat relief yang jumlahnya sangat banyak, serta untuk memudahkan dalam membuat arca.
  • Batuan memiliki kuat tekan 111 kg/cm2 hingga 281 kg/cm2 atau jika dirata-rata sekitar 196 kg/cm2. Tergolong batuan dengan kuat tekan yang rendah. Hal tersebut mungkin dimaksudkan juga untuk memudahkan pelaksanaan dalam membuat potongan batu, pengunci, relief dan arca. Kita ketahui bahwa untuk membentuk batuan menjadi relief misalnya, batuan tersebut haruslah mudah untuk dibentuk. Tingkat kekerasan batuan akan menjadi pertimbangan. Umumnya kuat tekan yang tinggi memiliki properties lain yang tinggi pula. Dengan kuat tekan batuan candi yang tergolong rendah berarti tingkat kekerasan permukaan batuan pun cukup untuk dibentuk dengan alat kerja yang ada pada saat itu.
  • Lubang pori yang satu dengan yang lain yang tidak terhubung. Bisa jadi ini menjadi kriteria untuk membuat atau membentuk batuan, relief, dan arca agar tidak mudah pecah atau patah. Terhubungnya lubang pori tentu akan membentu perlemahan pada batuan yang apabila diberikan tekanan tertentu akan mudah pecah dan patah.

Dari segi memilih material konstruksi candi, ternyata telah dipilih batuan yang paling tepat secara design dan pelaksanaaan serta pemeliharaan candi. Lagi-lagi ini menjadi bukti bahwa pembuat candi adalah orang-orang pintar yang dengan cerdik mampu menyelesaikan masalah proyek dengan jitu.
Dari sudut pandang Manajemen Proyek, kemampuan untuk menentukan material utama yang tepat dari aspek design dan pelaksanaan berarti paham mengenai dasar-dasar manajemen procurement yang baik disamping manajemen risiko karena mampu untuk mengidentifikasi dan membuat respon risiko yang tepat atas kegagalan konstruksi. Semoga kita banyak belajar dari ilmu pengetahuan yang terpendam dari candi kebanggaan bangsa kita ini.


Candi Borobudur

LETAK CANDI
Berbagai peninggalan sarana ritual agama Hindu maupun agama Buddha banyak ditemukan di Indonesia khususnya di pulau Jawa. Sarana ritual tersebut berupa bangunan suci yang disebut candi, berbagai kolam suci yang disebut patirthan dan gua-gua pertapaan. Salah satu peninggalan yang sangat penting tidak saja bagi umat Buddha tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia adalah sebuah bangunan suci yang dikenal sebagai candi Borobudur, yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Dunia (World Heritage) pada tahun 1991.


Candi Borobudur saat ini
Candi ini terletak didesa Bumisegoro, dekat Magelang, disebuah bukit yang ada di antara bukit Dagi dan sebuah bukit kecil lainnya, dan  di sebelah selatan bukit Menoreh. Kira-kira 2 kilometer sebelah timurnya terdapat pertemuan dua buah sungai yaitu sungai Progo dan sungai Elo.

Menarik perhatian adalah bahwa candi Borobudur terletak pada satu garis lurus dengan dua candi Buddha lainnya, yaitu candi Pawon dan candi Mendut. Menurut beberapa pendapat hal ini terkait dengan kepercayaan tertentu dalam agama Buddha. Letak candi di atas sebuah bukit atau tempat yang ditinggikan dan dekat dengan pertemuan dua buah sungai, merupakan pilihan yang tepat sesuai dengan aturan yang disebut dalam kitab  Vastusastra.  Salah satu Vastusastra yang mungkin dikenal oleh para seniman Indonesia adalah Vastusastra versi India Selatan yang disebut Manasara.
Ada temuan-temuan dihalaman candi berupa stupika tanah liat, meterai tanah liat bergambar Tara dan Buddha Tathagatha  yang merupakan sisa-sisa upacara keagamaan. Ditahun 1952 ada penemuan lain berupa  fondasi bangunan, sejumlah paku, besi, pecahan gerabah dan tembikar halus, sebuah genta , dan sebagainya, yang menunjukkan kemungkinan adanya vihara untuk para bhiksu pengelola candi yang terletak diluar halaman candi.

PENEMUAN DAN PEMUGARAN CANDI
Candi Borobudur baru ditemukan kembali pada tahun 1814, ketika Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jendral Inggris di Jawa mendapat laporan tentang sebuah candi bernama Borobudur, di desa Bumisegoro dekat Magelang. Kemudian ia menyuruh Cornelius, seorang Insinyur Belanda  untuk meneliti candi tersebut.  Cornelius menyuruh orang menebangi dan membersihkan candi dan sekitarnya dari semak belukar dan pekerjaan selesai dalam waktu dua bulan.  Apa yang dilakukan oleh Cornelius ditulis dalam kitab Stamford Raffles yang terkenal yaitu “The History of Java” terbit tahun 1817 .
Hartmann, residen Kedu sangat tertarik dengan Borobudur dan tahun 1835 menyuruh membersihkan candi. Wilsen tahun 1853, yang mengatakan bahwa Hartman menyuruh bongkar stupa puncak, dan menemukan sebuah arca Buddha yang belum selesai, dan benda-benda lain termasuk sebilah keris Di samping itu Wilsen mendapat tugas membuat gambar-gambar tentang candi Borobudur. Selanjutnya banyak orang-orang Belanda yang meneliti dan menulis tentang Borobudur.

J.W.Ijzerman tahun 1885  membuka dasar candi dan ia menemukan sejumlah relief.  Pada tahun 1890-1891 seluruh relief yang kemudian dikenal sebagai relief Karmawibhanga sebanyak 160 buah panil difoto seluruhnya oleh K.Cephas, kemudian bagian ini ditutup kembali.
Th van Erp dan N.J. Krom menyusun tulisan lengkap tentang candi Borobudur dan yang baru diterbitkan tahun 1927 dan 1931. Dua karangan tersebut sangat penting untuk penelitian candi Borobudur.

Pada tahun 1975 Siswadhi dan Hariani Santiko menyusun “Anotated Bibliography of Borobudur”, dari  laporan awal Borobudur ditemukan, hingga karangan-karangan tahun 1975, yang jumlahnya sangat banyak, tetapi hingga saat ini “Anotated Bibliography of Borobudur”,  belum pernah diterbitkan, sehingga karangan-karangan setelah 1975  belum sempat disusun lagi.

PEMUGARAN


Candi Borobudur Ketika Baru Ditemukan
Ketika ditemukan, keadaan candi Borobudur sangat menyedihkan, oleh karena itu pada tahun 1907  Van Erp seorang insinyur  militer Belanda,  memugar bagian candi yang berbentuk bulat yaitu tingkat  7, 8, dan 9. Stupa-stupanya disusun kembali, dan pekerjaannya ini selesai pada tahun 1911.

Borobudur telah berdiri megah lagi selama  hampir 50 tahun, tetapi kemudian rusak kembali karena proses alam dan kimiawi.

Bagian-bagian candi yang belum tertangani oleh Van Erp yaitu tingkat 2,3,4,5,6, melesak dan dindingnya miring.

UNESCO dan lembaga-lembaga lainnya membantu pemugaran Borobudur kembali dibawah pimpinan  Prof.Dr.R.Soekmono, dibantu  dari segi konstruksi oleh Ir. Rooseno. Pemugaran kedua ini dimulai pada tahun 1973 dan selesai pada tahun 1983.

LATAR BELAKANG SEJARAH DAN AGAMA

Bilamana candi Borobudur didirikan tidak ada keterangan yang pasti.  Dari penelitian bentuk huruf Jawa Kuna yang dipakai menulis inskripsi pendek-pendek di atas panil relief Karmawibhanga, candi didirikan pada abad IX, didirikan oleh seorang  raja Sailendra, yaitu raja Samaratungga beserta puterinya bernama Pramodhawarddhani.  didasarkan pada  prasasti Karang Tengah dan prasasti Sri Kahulunan.

Latar belakang agama candi Borobudur adalah perpaduan ajaran Buddha Mahayana dengan  Tantrayana , dengan   meditasi  filsafat Yogacara.  Bentuk agama Buddha semacam ini mirip dengan agama Buddha yang berkembang di Bengal India, pada waktu pemerintahan raja-raja Pala pada sekitar abad VIII.

STRUKTUR BANGUNAN

Candi Borobudur secara keseluruhan terlihat sangat istimewa, baik dalam hal  ukuran, tehnik penyusunan batu, maupun dari segi pemahatan relief dalam hal kwalitas maupun kwantitas , pemilihan jenis cerita, arca-arcanya dan sebagainya. Candi berdenah bujur sangkar dan secara keseluruhan berukuran 123 x 123 meter, tinggi asli (dengan chattra, yaitu bagian atas chaitya puncak) 42 m, tanpa chattra  menjadi 31 meter.

Candi terdiri atas 10 tingkatan, 6 tingkat di bawah berdenah bujur sangkar dengan catatan ukuran makin  ke atas makin kecil, dan tingkat 7,8,9, berdenah hampir bundar, diakhiri oleh stupa puncak yang besar. Secara keseluruhan candi Borobudur berbentuk stupa, tetapi mempunyai struktur berundak teras.
Pondasi candi Borobudur dibuat berbeda, candi didirikan langsung di atas bukit, yang dibentuk sesuai dengan bentuk candi yang dikehendaki dengan cara memotong bagian candi yang tinggi dan mengurug bagian bukit yang rendah.  Pondasi bagian candi terluar  dibuat masuk ke dalam tanah sedalam kurang lebih satu meter tertumpang di atas lapisan batu karang, sedangkan bangunan di atasnya  tertumpang di atas beberapa lapis batu.

RELIEF DAN ARCA

Seperti telah disebut terdahulu, candi Borobudur dihias dengan relief cerita, dan relief ornamental yang kaya.  Relief cerita menggambarkan adegan-adegan  yang diambil  dari beberapa sutra, yaitu cerita Karmawibhanga, Jatakamala, Awadana, Gandawyuha dan Bhadracari, yang dipahat pada bagian-bagian candi, seperti tertera di bawah ini:
1. Kaki candi tertutup                - dinding candi              - Karmawibhanga (160 panil)
2. Lorong 1, tingkat 2                - dinding candi              - Lalitawistara (120 panil)
- Jataka/Awadana (120 panil)
- Jataka/Awadana (372 panil)
- Jataka/Awadana  (128 panil)
3. Lorong 2, tingkat 3                - dinding candi              - Gandawyuha (128 panil)
- pagar langkan             - Jataka/Awadana (100 panil)
4. Lorong 3, tingkat 4                - dinding candi              - Gandawyuha (88 panil)
- pagar langkan             - Gandawyuha (88 panil)
5. Lorong 4, tingkat 5                - dinding candi              - Gandawyuha (84 panil)
- pagar langkan             - Gandawyuha /Bhadracari (72 panil)
Karmawibhanga. Relief Karmawibhanga atau yang sering disebut Mahakarmawibhangga  dipahat di atas 160 panil yang menggambarkan  ajaran sebab akibat,  perbuatan baik dan jahat, setiap panil menggambarkan adegan tertentu dan bukan cerita naratif (beruntun).

Adegan-adegan dalam panil tersebut sangat penting untuk melihat perilaku masyarakat Jawa Kuna masa itu, antara lain perilaku keagamaan, mata pencaharian, struktur sosial, tata busana, peralatan hidup, jenis-jenis flora dan fauna.


Salah Satu Adegan Dalam Cerita Karmawibhangga Yang Menggambarkan Pemberian Sedekah (Dana) Kepada Orang Miskin
Relief  Karmawibhanga ini tidak tampak seluruhnya, karena tertutup oleh  “kaki candi  kedua” yang lebar, hanya relief pada sisi selatan dibuka sedikit untuk dilihat oleh pengunjung.

Apa sebab diberi batu penutup yang lebar ini, belum jelas.  Apakah  batu penutup yang lebar ini dipakai untuk menahan melesaknya candi, atau menutup bagian gambaran tentang nafsu keduniawian yang mungkin dapat mengganggu konsentrasi mereka yang sedang  menjalani tingkatan 10 jalan Bodhisattwa  untuk mencapai tingkat ke Buddha-an ?

Relief Lalitawistara (120 panil), berupa relief cerita yang dipahat secara berkesinambungan di dinding  candi lorong I tingkat 2. Lalitawistara menggambarkan kehidupan  Buddha Gautama sejak lahir sampai  keluar dari istana,  mendapat pencerahan di bawah pohon bodhi dan diakhiri  pada ajaran pertama di Taman Kijang  dekat Benares.


Relief Cerita Jataka
Jatakamala-Jataka dan Awadana Jataka menggambarkan peristiwa dan perbuatan  Buddha pada kehidupan yang lampau, ditulis oleh Aryasara pada abad ke-4.  Digambarkan Buddha dalam berbagai reinkarnasinya baik sebagai manusia, maupun binatang,  memberikan contoh-contoh kebajikan dan pengorbanan diri.  Awadana adalah cerita Jataka pula, tetapi tokohnya bukan Buddha melainkan pangeran Sudhanakumara.

Gandawyuha, merupakan cerita yang sangat penting, menggambarkan Sudhana, putera seorang saudagar kaya yang mencari kebenaran.  Ia bertemu berbagai pendeta dan Boddhisatwa, termasuk Siwa Mahadewa.  Pada bagian akhir Gandawyuha  dikenal sebagai cerita Bhadracari,  menampilkan sumpah Sudhana untuk menjadikan Bodhisattwa Samantabhadra sebagai contoh hidupnya.

Relief ini hanya sampai pagar langkan lorong ke-5 di tingkat 6, sedangkan tingkat 6 ini disusul oleh tingkat 7,8,9, yang berbentuk hampir bulat  dipenuhi stupika-stupika berterawang, dan diakhiri dengan stupa puncak, sebagai tingkat 10.

KAMADHATU-RUPADHATU- ARUPADHATU

Mengapa candi Borobudur dibuat 10 tingkat, terdapat pendapat-pendapat yang meninjau dari  sudut simbolismenya.    Misalnya W.F Stutterheim menganggap bahwa sepuluh tingkatan itu sebenarnya  dapat di bagi menjadi tiga bagian sesuai dengan konsep dhatu yaitu tahapan yang harus dilalui oleh mereka yang ingin mencapai Ke-Buddha-an.

Tahapan-tahapan itu adalah kamadhatu-rupadhatu–arupadhatu, dan ketiga dhatu tersebut dilambangkan oleh kaki candi dengan relief Karmawibhanga sebagai kamadhatu,  tingkat 2,3,4,5,6, dengan relief-relief Lalitawistara-Jataka-Awadana-Gandawyuha dan Bhadracari  sebagai rupadhatu, dan tingkatan 7,8,9,10  adalah lambang arupadhatu.

10 TINGKATAN BODHISATTWA


Arca Tathagatha Amithaba dengan sikap tangan dhyanamudra
Sementara itu, de Casparis menghubungkan 10 tingkatan Borobudur dengan  10 tingkatan Bodhisattwa (dasabodhisattwabhumi) ajaran yang terdapat  dalam sebuah sutra yaitu Dasabhumika-sutra, yang mengajarkan apabila seorang bodhisattwa ingin mencapai tingkat Ke-Buddha-an harus melalui tingkatan 10 tersebut.

Di samping relief baik relief ornamental maupun relief cerita, candi Borobudur juga dilengkapi dengan arca-arca Buddha  Tathagatha, di tingkat 7, 8, 9 seluruhnya berjumlah 504 buah.

Arca-arca Buddha yang menghias pagar langkan berjumlah 432,  mempunyai perbedaan pada sikap tangan (mudra) sesuai dengan arah hadap arca, misalnya  arca Amoghasiddha menghadap utara mempunyai sikap tangan abhayamudra, di sebelah selatan Ratnasambhawa mempunyai mudra varamudra, di sebelah barat Amithaba mempunyai sikap tangan dhyanamudra dan sebelah  timur Aksobhya mempunyai sikap tangan bhumisparsamudra.

Arca-arca  Buddha Tathagatha yang ada di relung pagar langkan tingkat 5  bermudra witarka-mudra,  sedangkan  arca-arca Buddha yang ada di dalam stupa berterawang di tingkat 7,8,9, mempunyai satu mudra pula yaitu dharmacakramudra.

SIAPAKAH  PARA SILPIN (SENIMAN) CANDI?

Belum lengkap rasanya dalam pembahasan arsitektur candi Borobudur bila tidak menyinggung para seniman pendiri candi di Jawa umumnya dan candi Borobudur pada khususnya ?  Dari penelitian yang telah dilakukan, adalah jelas  orang Indonesia sendiri yang mendirikan candi-candi tersebut.  Menurut 2 buah prasasti, orang-orang Indonesia dahulu ada yang belajar agama di India, dan mungkin jumlahnya banyak, sehingga ada seorang raja Sriwijaya minta kepada raja dinasti Pala untuk membuat asrama bagi pelajar Indonesia di Nalanda.  Mereka belajar tentang aturan-aturan membuat bangunan suci beserta komponennya dari kitab Vastusastra, kemudian mengunjungi pusat-pusat kesenian di India Utara dan/atau India Selatan, lalu pulang ke Indonesia. Borobudur dibuat oleh seniman Indonesia dan bukan seniman India dibuktikan antara lain oleh:

Pertama: Adegan-adegan relief Borobudur, khususnya cerita Mahakarmawibhanga, banyak mengambil kehidupan sehari-hari di Jawa (bekerja di sawah, jualan dipasar, memikul padi atau benda-benda yang akan dijual belikan dan sebagainya).

Kedua: Diatas panil terdapat inskripsi pendek-pendek sebagai petunjuk bagi seniman yang ditulis dalam aksara Jawa Kuna (dan bukan Deva-Nagari !) serta bahasa atau kata-kata Jawa Kuna pula (bukan Sansekerta).

Ketiga :  Ketika dilakukan penggalian di sekitar candi, tidak ditemukan sisa-sisa “Kampong Keling” atau permukiman orang-orang India.

Pendirian candi Borobudur memakan waktu lama, maka si seniman pendiri bangunan haruslah bermukim di sekitar candi yang dibangun.


No comments: